1 NEGERI 3 PROKLAMASI (Nunu A.H)
MEMAKNAI ‘MERDEKA’ DENGAN KACAMATA ISLAM BERNEGARA MARI BUNG, REBUT KEMBALI !
Oleh : Nunu A Hamijaya (Sunda-Tjiandjoer)
Penulis buku 1 Negeri 3 Proklamasi (Tetralogi Islam Bernegara)
Bagian I
Istilah kemerdekaan dalam bahasa Arab disebut „al-Istiqlāl“. Hari Kemerdekaan disebut Id al-Istiqlāl. Hal ini merupakan bentuk penafsiran dari: التحرر والخلاص من القيد والسيطرة الاجنبية ”al-Taharrur wa al-Khalāsh min al-Qayd wa al-Saytharah al-Ajnabiyyah” artinya bebas dan lepas dari segala bentuk ikatan dan penguasaan pihak lain. Dalam istilah lain disebutkan: القدرة على تنفيذ مع عدم القسر والعنف من الخارج artinya Kemampuan melaktualisasikan diri tanpa adanya segala bentuk pemaksaan dan kekerasan dari luar dirinya.
Dengan kata lain kemerdekaan adalah bebas dari segala bentuk penindasan bangsa lain. Kata lain untuk makna ini adalah “Al-Hurriyyah“. Kata ini biasa diterjemahkan sebagai kebebasan. Dari kata ini terbentuk kata al-Tahrir yang berarti pembebasan. Tahrir al-Mar‘ah berarti Pembebasan Perempuan. Orang yang bebas/merdeka disebut al-hurr lawan dari al-‘abd (budak). Penggunaan kata kebebasan dalam konteks kaum muslimin hari ini tampaknya kurang menyenangkan. Sebagian mereka memandangnya dengan sinis. Ini boleh jadi karena kebebasan menjadi milik khas Barat. Padahal al-Quran selalu menyebutkan kata ini, dan bukan kata al-Istiqlāl.
KONTEKSTUALISTAS DENGAN BANGSA INDONESIA
Apa yang dirayakan sebagai Hari Kemerdekaan 17 Agustus adalah ‘PERNYATAAN KEHENDAK’ Merdeka sebuah bangsa bernama Indonesia”. Subyeknya adalah ‘BANGSA INDONESIA’. Merdeka dari apa? PENJAJAHAN. Apa buktinya merdeka dari penjajahan ? Siapa itu Penjajah ? Bagaimana wujudnya? Apa yang menjadi ‘alat ukur dan tolak ukar diperoleh status merdeka menurut ISLAM?
Benarkah ‘pernyataan merdeka’ itu diwakili oleh teks redaksional Teks Proklamasi-nya? Perhatikan untaian kalimatnya ‘Kami Bangsa Indonesia, dengan ini menyatakan kemerdekaan. Hal-hal yang berkenaan dengan PEMINDAHAN KEKUASAAN dll…”
Maka, disebutkan bahwa indikator merdeka itu adalah adanya ‘berpindahnya kekuasaan (authority)’. Bagaimana proses pemindahan kekuasaan itu terjadi? Antara bangsa Indonesia dengan pihak PENJAJAH sebelumnya? Dalam hal ini adalah SEKUTU sebagai pemenang Perang Dunia II yang mengalahkan JEPANG sebagai penguasa atau PENJAJAH negeri Hindia Belanda (Indonesia).
Ini berarti, bahwa merdeka itu lepas dari kekuasaan pihak sebelumnya dan dipindahkan kekuasaan terhadap pihak lain, dalam hal ini adalah Bangsa Indonesia.
Nah, setelah Proklamasi dan dibentuknya otoritas baru yang disebut pemerintahan RI, maka tidak lama kemudian pihak SEKUTU (AS-Inggris0 sebagai pemilik kekuasaan baru atas Kawasan Hindia Belanda (Indonesia) melakukan ‘tindakan politik militer-nya’ berupa pernyataan PERANG. Hal ini memincu adanya perlawanan bersenjata dari pihak otoritas RI, sehingga terjadilah beberapa kali pertempuran besar, seperti di Surabaya ( 10 November 1945) dan Bandung. (Bandung Lautan Api).
Bagaimana akhirnya? PM RI SUTAN SJAHRIR yang lama sekolah di Belanda dan banyak mengenal secara pribadi dengan VAN MOOK, setelah melakukan negosiasi politik akhirnya mengajukan CASE FIRE (penghentian sementara/gencatan senjata) SEKUTU. Mengapa? Karena, jika dilanjutkan belum tentu pemerintah RI mampu bertahan melawan SEKUTU, dan mungkin saja akan mengalami kekalahan perang, atau setidaknya akan terjadi lagi ‘MASA PEPERANGAN YANG PANJANG’, maka diambillah cara lebih lunak, yaitu DIPLOMASI POLITIK di meja perunding. Mengapa ini terjadi? Karena pihak RI telah memberikan KONSESI YANG MENGUNTUNGKAN bagi pihak SEKUTU!
Proklamasi 17 Agustus 1945, yang menyatakan kekuasaan penuh atas wilayah Hindia Belanda, hanya bertahan tidak lama HANYA SATU TAHUN saja, karena setelah PERJANJIAN LINGGARJATI (November 1946) , wilayah kekuasaan tersebut menjadi mengecil hanya diakui secara De facto atas eksistensi Negara Republik Indonesia yang meliputi SUMATERA, JAWA, dan MADURA;
Kedua, Republik Indonesia menjadi salah satu negara bagian dari REPUBLIK INDONESIA SERIKAT yang ternyata terjadi pada 17 Agustus 1950 dengan Presiden RIS-nya adalah Ir. SOEKARNO). Ketiga, Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk UNI INDONESIA-BELANDA dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
Otoritas kekuasaan negara Proklamasi 17 Agustus 1945, pun kian mengecil hanya YOGYAKARTA dan wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan , Jawa Timur, dan Sumatera. Ini berdasarKan Perjanjian RENVILLE. Dan terakhir, pada saat KMB, maka RI YOGYAKARTA (Renville) adalah negara bagian dari RIS. Pertanyaanya, PROKLAMASI KEMERDEKAAN yang mana yang di RAYAKAN setiap tahun hingga saat ini disebut ke-77?
Sebab, fakta sejarah berbicara bahwa Negara Proklamasi 17 Agustus 1945, hanya bertahan SATU TAHUN saja. (17 Agustus 1945 – November 1946). Sebab, setelah PERJANJIAN LINGGARJATI, RENVILLE, dan KMB, sudah tidak ada lagi OTORITAS KEKUASAAN -PEMINDAHAN KEKUASAN atas wilayah HINDIA BELANDA yang dimiliki oleh Negara RI.
Belum terhitung, ketika PERJANIAN RENVILE ditandatangani, dengan demikian wilayah kekuasan politik secara de facto yang dimiliki RI Yogyakarta, tidak meliputi wilayahJawa bagian Barat, (Priangan Timur), sehingga berdasarkan agenda amanat KOFERENSI TJISAJONG (1948) sudah cukup alasan hukum, bahwa berdirinya sebuah negara, Bernama NII diproklamasikan di kawasan ‘status quo’ wilayah ‘peperangan’ dengan Pemerintahan KERAJAAN PROTESTAN BELANDA. Wilayah kekuasaan yang diklaim NII adalah bekas kawasan Hindia Belanda, minus RI-Yogyakarta.
Maka, pada saat itu terdapat entitas tiga negara yang PERTAMA adalah RI -YOGYAKARTA (berdiri atas legal standing Renvile) ; KEDUA yaitu negara-negara bagian (RIS), yang antinya memiliki legal standing dari KMB sebagai Negara RIS, dan KETIGA, Negara Islam Indonesia (NII) yang memiliki legal standing Proklamasi 7 Agustus 1949. Pasca KMB berarti, entitas Negara RI hasil Proklamasi 17 Agustus 1945 yang asli, tidak lagi dihitung karena tidak sesuai dengan amanat Proklamasi dan UUD 1945 tentang otoritas wilayah kekuasaannya yang meliputi bekas Hindia Belanda.
Terlebih lagi, bahwa sejak AGRESI MILITER II, dimana Negara RI -Yogyakarta dilumpuhkan dan ditangkapnya (MENYERAHKAN DIRI) presiden-wakil presiden, dan menteri luar negeri sebagai tawanan di BANGKA oleh pihak MUSUH-PENJAJAH, maka secara HUKUM INTERNASIONAL, eksistensi negara tersebut untuk sementara KALAH-PERANG. Itulah sebabnya, mengapa MR. SYAFRUDIN PRAWIRANEGARA memproklamasikan PEMERINTAHAN DARURAT REPUBLIK INDONESIA (PDRI), untuk menjawab status hukum internasional tersebut, namun SUNGGUH TIDAK DIAKUI SAMASEKALI oleh SOEKARNO-HATTA, yang sudah menjadi PRESIDEN RIS (sejak 17 Agustus 1950) sebagai negara berdasarkan Perjanjian Internasional yang disebut KMB. Jadi, dengan demikian negara RIS adalah negara yang disahkan bukan dengan PROKLAMASI, sebagaimana Prolamasi 17 Agustus 1945, namun dengan PERJANJIAN INTERNASIONAL, yang menyatakan bahwa Negara RI-YOGYAKARTA (juga negara yang disahkan berdasarkan Perjanjian Internasional, RENVILLE) hanyalah salah satu NEGARA BAGIAN dari RIS.
Bagaimana dengan status NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA? Secara Hukum Internasional, negara yang disebut NKRI adalah Negara RIS yang dibentuk berdasarkan PERJANJIAN KMB (1949) hanya dengan mengubah bentuk negara dari FEDERAL (SERIKAT) menjadi KESATUAN, dengan nama-nama negara bagian tersebut diubah menjadi PROVINSI. Terbukti, bahwa sekalipun sudah menjadi Negara Kesatuan, kewajiban dari hasil KMB tetap tidak berubah, dan Negara wajib membayar kerugian perang hingga lunas (2009, saat Presiden SBY menjabatnya). Itulah sebabnya, mengapa SULTAN HAMID II (KALIMANTAN) MENOLAKNYA, berendirian tentang status RIS, karena menyalahi hukum internasional, dan yang bisa mengubah STATUS RIS sebagai negara NKRI (RI) di depan hukum internasional lepas dari ikatan perjanjian KMB hanyalah jika mengadakan REFERENDUM.
Tjirandjang, 18 Agustus 2022
Komentar
Posting Komentar