RAKYAT MISKIN TERCEKIK, IUARAN BPJS-JKN UNTUK SIAPA?
MUHAMMAD RIDWAN, S.Pd., M.Pd.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yakni lembaga khusus yang bertugas untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan bagi masyarakat, PNS, serta pegawai swasta. Program ini diterbitkan dalam Undang-Undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang salah satu programnya adalah JKN, yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, mulai diselenggarakan pada tahun 2014 melalui dasar hukum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.
Dalam Undang-Undang No. 40/2004 tersebut mengamanatkan bahwa setiap orang atau warga negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.
Program jaminan sosial menurut Undang-Undang tersebut meliputi: jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.
Selanjutnya, dasar hukum adanya Jaminan Kesehatan juga tertuang dalam Undang-Undang Tahun 1945 Pasal 34 yaitu :
Pertama, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Kedua, negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan dan
Ketiga, negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Dari aturan diatas dapat kita analisis bahwa kehadiran Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk meringankan beban kesehatan rakyat secara merata dan ternyata jauh dari yang diharapkan, malah mencekik nasib rakyat kecil.
Bayangkan Bayi baru lahir saja sudah memiliki hutang pada negara, orang tidak sakit sama nasibnya dengan orang yang sedang sakit harus membayar iuran setiap bulan, belum lagi terhitung denda keterlambatan pembayaran sebagaimana dalam aturan Perpres No. 64 Tahun 2020 di mana denda yang dibebankan sebesar 5% dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap dikalikan jumlah bulan tunggakan bisa mencapai juta'an rupiah.
Pembengkakan iuran BPJS-JKN menambah masalah besar pada sektor sosial, yang seharusnya pemerintah menjamin kesejahteraan rakyat justru malah menjadi DRAKULA buas yang mengatas namakan kesejahteraan.
Beberapa waktu silam tarif iuran BPJS-JKN untuk kelas I sebesar Rp 150 ribu per bulan, kelas 2 Rp 100 ribu per bulan dan kelas 3 Rp 42 per bulan. Hal ini tertuang dalam putusan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang pembengkakan iuran BPJS-JKN.
Terkonfirmasi dalam putusan rapat paripurna DPR RI Komisi IX mendukung penuh atas keinginan pemerintah menghapus jenjang atau kelas BPJS-JKN yang semula 1, 2, dan 3 kini menjadi kelas BPJS-JKN Tunggal atau Standar dengan tarif nominalnya sebesar Rp. 75.000/bulan.
Bicara persoalan kesehatan rakyat dijamin oleh negara sebagaimana tertuang dalam isi UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1), (2), dan, (3) dan pasal 34 ayat (1), 2), dan (3).
Hal diatas menjadi pandangan utama sebagai pegangan kokoh oleh rakyat Indonesia yang mengadu nasib hidup dibawah sayap GARUDA dengan penuh keadilan dan kedamaian.
Perlu penulis tegaskan bahwa kondisi negara hari ini sedang mengalami gangguan kedamaian sebagaimana tertulis dalam bingkai lambang negara, dan kini dapat dikatakan bahwa LAMBANG negara bukan lagi GARUDA tetapi DRAKULA, itu paling pantas karena kerjaannya Menghisab dan Mencekik nasib rakyat. Saya berharap tulisan ini dibaca oleh teman-teman Kesehatan atau pejabat pemerintah agar tersadarkan dan berpikir betapa susah payahnya menjadi rakyat kecil.
Komentar
Posting Komentar