SERPIHAN CATATAN SEJARAH SANG PRAWIRANEGARA (Nunu A.W)


Tahun 1945-1950 menjadi masa tersulit Republik Indonesia. Pembacaan naskah proklamasi di pertengahan tahun, tak serta merta membuat Indonesia terbebas dari intimidasi kelompok kepentingan.

Pada tahun 1948 skuadron Londo Eropa kembali meringsek ke negara Indonesia. Mereka membocengi sekutu. Di masa itu, kondisi negara sedang kalang kabut. Karena kondisi ini, seorang menteri kelahiran Anyar Kidul, Banten 28 Februari 1911 bernama Syafruddin Prawiranegara mengambil mandat Soekarno menggantikannya menjadi Presiden Darurat Indonesia.
Langkah itu diambil usai para petinggi negara, termasuk Soekarno, diasingkan Belanda ke luar Jawa saat Agresi Militer.
"Revolusi Indonesia mempunyai tujuan untuk menghapus sistem penjajahan dan menyatukan bangsa Indonesia. Tujuan revolusi Indonesia yakni keadilan sosial dan kemakmuran rakyat," sebut Syafruddin, dalam Deliar Noer "Partai Islam di Pentas Nasional : Kisah dan Analisis Perkembangan Politik Indonesia 1945-1965", dilansir dari laman media.neliti, Kamis (2/9/2021).
Dalam buku "Presiden Prawiranegara: Kisah 207 Hari Syafruddin Prawiranegara Memimpin Indonesia" karya Akmal Nasery Basral, disebutkan bahwa Syafruddin merupakan presiden sementara pengganti Soekarno usai pemerintahan yang dipindah ke Kota Yogyakarta, direbut paksa Belanda.

Di situasi yang amat genting tersebut, Soekarno sempat melaksanakan rapat terbatas di kota Gudeg. Isinya membahas langkah strategis di situasi darurat, termasuk memindahkan pemerintahan yang baru merdeka itu ke Sumatera Barat.
Akhirnya, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia alias PDRI rampung dibentuk Syafruddin, dengan susunan kabinet di antaranya Mr. Sjafruddin prawiranegara sebagai ketua, Menteri Pertahanan dan Penerangan. Mr. AA. Maramis sebagai Menteri luar Negeri, dr. Sukiman sebagai Menteri Dalam Negeri dan Kesehatan. Mr. Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan, Kasimo sebagai Menteri Kemakmuran I, Mr. Susanto Tirtoprodjo sebagai Menteri Kehakiman dan Maskur sebagai Menteri Agama

"Mr. Teuku Mohamad Hasan sebagai Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan. Ir. Indradjaja sebagai Menteri Perhubungan. Ir. Sitompul sebagai Menteri Pekerdjaan Umum. Mr. St. Moh Rasjid sebagai Menteri Perburuhan dan Sosial serta Supeno sebagai Menteri Pembangunan dan Pemuda," tulis Cesilia Dea dalam Arsip M. Rasjid no.44, Tantang Balasan Surat I.J Kasimo oleh Sjafruddin Prawiranegara.
Sebagai putra seorang asisten Wedana (camat) di Anyar Kidul, Kabupaten Serang, Karesidenan Banten, ia cukup dekat dengan kehidupan perpolitikan. Syafruddin mengadopsi gaya sang ayah yang seorang anggota Sarekat Islam untuk memadukan budaya, agama dan gaya dalam kegiatan sehari–hari.

Oleh sang ayah, ia disekolahkan di lembaga Eropa ELS (Europeesche Lagere School), kemudian dilanjutkan masuk MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), selanjutnya AMS (Algemeene Middlebare School), dan terakhir RHS (Rechts Hoge
School).

"Ketika menjadi mahasiswa RHS, aktif dalam organisasi mahasiswa yang disebut USI (Unitas Studiosorum Indonesiensis), aktivitasnya dibatasi hanya pada bidang rekreasi dan kegiatan yang menunjang studi dan tidak ikut campur dalam politik. Kegiatan yang diselenggarakan antara lain diskusi, olahraga, membaca, dan darmawisata," tulis Cesilia.
Usai menamatkan pendidikannya, ia bergabung ke Partai Masjumi dengan menacapkan ideologi "Sosialis Religius". Kemudian diuraikan bersama koleganya saat masih kuliah, salah satunya Sjahrir, sepakat dengan argumen Syafruddin.

Menurut Sjahrir, ideologi Sosialis Religius amat tepat ditanamkan di masa sekarang mengingat visi misi kemerdekaan ditumpahkan bagi rakyat dengan landasan Agama Islam. Setelah berpetualang di partai tersebut, ia dipercaya mengemban Menteri Keuangan dengan langkahnya melawan Belanda melalui pencetakan ORI (Oeang Republik Indonesia)

Saat itu, menurut Syafruddin, ORI dapat menjadi alat untuk mencerminkan eksistensi negara Republik Indonesia dengan fungsinya membiayai perjuangan seperti menggaji pegawai negeri, tentara, membeli perlengkapan administrasi pemerintah dan lain lain. Keluarnya ORI merupakan tindakan perdana mencapai peningkatan ekonomi di masa revolusi.
Usai menjabat sebagai Menteri Keuangan, Syafruddin kemudian menjadi Menteri Kemakmuran dalam Kabinet Hatta. Di sana ia ditugaskan untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui perekonomian.

Selain itu, ia juga turut bertugas memandirikan rakyat lewat pencetakan berbagai buku pegangan, untuk produksi barang keperluan hidup sehari-hari, seperti sabun, gelas, sikat gigi dan sebagainya.

Selama menjabat sebagai Menteri Kemakmuran, Syafruddin mengeluarkan sejumlah kebijakan seperti. Pada 9 Juli 1948, dibentuk Peraturan Pemerintah nomor 15 untuk penghitungan ternak seperti kuda, kerbau, kambing, domba dan sapi. Peraturan ini dikeluarkan untuk mengetahui data statistik guna dijadikan dasar rencana pekerjaan dalam pembangunan.

Sjafruddin juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1948 tentang pemberantasan penimbunan barang penting seperti beras, gabah, padi, menir, tepung beras, gula, minyak tanah, jagung, gaplek, tapioka, garam, kopi dan teh.
Dari Penyelamat Negara kemudian Dicap Pemberontak. Usai 207 hari menjabat, mandat pemimpin tertinggi Indonesia dikembalikan ke Presiden Soekarno. Ketika itu Pemerintah Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia usai strategi PDRI merebut kemerdekaan dari penjajah dianggap berhasil.

Delapan bulan berselang, tepatnya pada 13 Juli 1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Pengembalian mandat dari PDRI ke Presiden RI secara resmi dilakukan di Jakarta pada 14 Juli 1949.

Sembilan tahun usai penyerahan mandat presiden kembali ke Soekarno, tepatnya pada tanggal 15 Februari 1958 situasi politik Indonesia kembali memanas. Usut punya usut, ada keirian dari tokoh-tokoh pergerakan di daerah, khususnya luar Jawa.

Saat itu pemerintah pusat di Jawa dianggap kurang memperhatikan kemajuan pembangunan di daerah luar Jawa. Tepat 15 Februari 1958, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dideklarasikan dengan keluarnya ultimatum dari Dewan Perjuangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein dan menempatkan nama Syafruddin Prawiranegara di posisi tertinggi sebagai perdana menteri.

"Dengan kesedihan dan kesusahan yang mendalam, kita terpaksa mengibarkan bendera menentang Kepala Negara kita sendiri. Kita telah bicara dan bicara. Sekarang tiba saatnya untuk bertindak!" seru Syafruddin Prawiranegara dalam pidatonya, seperti dikutip dari buku Bung Karno Menggugat (2006) karya Baskara T. Wardaya.

7 dari 7 halaman
Syafruddin Prawiranegara Menyerahkan Diri
syafruddin prawiranegaraSyafruddin Prawiranegara dan Presiden Soeharto ©2021 Youtube Amemoar/editorial Merdeka.com

Pembentukan aksi dari PRRI dianggap sebagai penentang kebijakan pemerintah pusat. Deklarasi itu dianggap sebagai upaya menandingi pemerintahan Soekarno di Jakarta.

Dengan keadaan demikian, presiden kelahiran Surabaya itupun murka dan memerintahkan operasi militer untuk menumpas PRRI melalui. Perintah itu menjadi kekuatan militer terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah Indonesia.

Serangkaian operasi militer dikerahkan, termasuk pasukan yang dipimpin Ahmad Yani dan Ibnu Sutowo, untuk membasmi PRRI/Permesta.

Melansir Liputan6.com, pada Mei 1961, gerakan yang disebut pemberontakan itu akhirnya tumpas dengan para pemimpinnya yang ditangkap dan sebagian menyerahkan diri termasuk Syafruddin Prawiranegara.

(mdk/nrd)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMUDA MUHAMMADIYAH KUKAR ANGKAT BICARA SOAL SIKAP AROGANSI PEMKOT SUKABUMI TERHADAP MUHAMMADIYAH

MUHAMMADIYAH BERKEMAJUAN : Sejarah, Ideologi dan Strategi”

Membawa Islam Kedalam Negara (Mujahid Konstitusi 1945) Pemikir Muhammadiyah