Membawa Islam Kedalam Negara (Mujahid Konstitusi 1945) Pemikir Muhammadiyah

 

M. Ridwan (Toedjoe Kata : Sebuah Ijtihad Konstitusi) "Nunu A. Hamijaya"

  Sebutan sebagai mujahid konstitusi diberikan kepada Ki bagus Hadikusumo seorang tokoh Muhammadiyah yang lahir di Yogyakarta tahun 1890 ia lahir dari keluarga islami ayahnya yang bernama Haji Hasjim Ismail yang merupakan seorang Lurah Keraton tinggal di daerah Yogyakarta di sebelah utara pekarangan dekat rumah Kyai Haji Ahmad Dahlan. Anak-anak Haji Hasjim Ismail inilah termasuk yang pertama-tama menorehkan namanya dalam sejarah pergerakan Islam di Indonesia, anak Haji Hasjim yang kedua bernama Danyalin, kemudian dikenal sebagai Haji Syudja. Beliaulah yang menjadi ketua pertama Hoofdbestur Muhammadiyah, bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO).
    Kemudian adiknya bernama Dzajuli yang kelak kemudian dikenal sebagai Haji Fachrodin. Seorang pemimpin pergerakan Islam pegiat di surat kabar, pemimpin kaum buruh, yang kemudian terjun pula menjadi tokoh sarekat Islam dan adik Fachrudin bernama Hidayat kelak dikenal sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 1942-1953 bernama Ki Bagus Hadikusumo.
   Di dalam literatur sejarah Ki Bagus Hadikusumo memimpin Muhammadiyah berhasil menggali dasar ideologi bagi gerakan Muhammadiyah pokok-pokok pikiran Ahmad Dahlan diolah, dirumuskan sedemikian rupa oleh Hadikusumo menjadi muqaddimah anggaran dasar perserikatan yang kemudian menjadi petunjuk arah gerakan Muhammadiyah. Mendapat inspirasi dari muqaddimah ini, Hamka misalnya merumuskan dua landasan idiil Muhammadiyah yaitu matan kepribadian Muhammadiyah dan matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah.
    Sebagai tokoh Muhammadiyah dan pendiri bangsa, Ki Bagus dikenal sebagai ulama yang memiliki kecenderungan kuat untuk menginstitusionalisasikan Islam, bagi Ki Bagus, pelembagaan Islam menjadi sangat mendesak untuk alasan-alasan ideologi politik dan juga intelektual.
     Nama Ki bagus Hadikusumo bukan baru muncul, namun telah lama terjun ke dunia bidang dakwah Islam dan memegang beberapa jabatan penting. Peran penting pula yang kelak membawanya ke sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan kemerdekaan Indonesia). Sebuah badan yang dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia termasuk pula menentukan dasar negara Indonesia.
    Hanya Ki bagus Hadikusumo yang berani menyemprot Soekarno karena menolak usulan presiden wajib beragama Islam. Ki bagus mengatakan:
    "Saya berlindung kepada Allah dari setan yang merusak. Tuan-tuan, dengan pendek sudah kerap kali diterangkan di sini, bahwa islam itu mengandung ideologi negara. Maka tidak bisa negara dipisahkan dari Islam, jadi saya menyetujui usul tuan Abdul Kahar Muzakir tadi. Kalau ideologi Islam tidak diterima, tidak diterima! jadi nyata negara ini tidak berdiri di atas Islam dan negara akan netral" tegasnya.
   Dalam pembicaraan tentang bentuk negara pada sidang tanggal 10 Juli 1945 Ki Bagus Hadikusumo berpidato:
 "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..... Tuan ketua yang termulia ingin saya memperingatkan tuan-tuan kepada perkataan beberapa kawan, yakni bahwa kita sekarang membentuk negara kita dengan menghadapi musuh maka tentang bentuk negara Indonesia yang akan datang dalam perkataan Republik atau monarki menurut pendapat saya, sudah tersembunyi setan..... gambarkan bahwa negara dikepalai oleh seorang pemimpin yang tidak turun temurun dan dimufakati oleh rakyat, dengan pemerintahan yang berdasarkan rakyat dan permusyawaratan" (Risalah Sidang).
  Dengan pernyataan ini, Ki Bagus Hadikusumo berpendapat bahwa sebutan Republik atau monarki mengandung arti yang tidak sesuai dengan konsep pemerintahan Islam yang dipahaminya.
Bagian akhir naskah preambule yang menyatakan "dengan berdasar kepada ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dipersoalkan oleh Ki bagus Hadikusumo. menurutnya kata-kata bagi pemeluk-pemeluknya lebih baik dihilangkan saja, Hadikusumo mengajukan argumen sebagai berikut:
   "Saya menguatkan Foster kyai Sanusi dalam pembukaan di sini yang mengatakan bahwa perkataan dengan kewajiban umat Allah subhanahu wa ta'ala bagi pemeluk-pemeluknya adalah menurut keterangan kyai Sanusi tidak ada haknya dalam kata-kata Arab dan menambah janggalnya kata-kata titik jadi tidak ada artinya dan menambah kejanggalan menambah perkataan yang kurang baik menunjukkan pemecahan kita. Saya harap supaya bagi pemeluk-pemeluknya itu dihilangkan saja saya masih ragu-ragu di Indonesia banyak perpecahan-perpecahan dan pada praktiknya maksudnya sama saja."
    Ki bagus Hadikusumo masih tetap pada pendirian perlunya kata-kata bagi pemeluk-pemeluknya dihilangkan ia mengatakan:
 "Tuan ketua, sesudah saya juga mengucapkan terima kasih kepada panitia yang telah mendapatkan, yang membuat perkataan menjadi begitu, tetapi saya masih kurang senang titik yaitu kalau kita panjangkan, tadi saya mengaturkan alasan yang enteng. Tetapi rupanya alasan yang enteng itu, karena entengnya tidak diterima. Sekarang saya akan menghaturkan alasannya lebih berat yaitu Saya masih ingat sewaktu di Amerika diadakan wet hukuman minuman keras, huruf Banyak umat Islam Indonesia memuji wet itu. Sehingga waktu dimusyawarahkan dengan Budi Utomo, yang menceritakan kepada saya adalah almarhum soegondo. Apakah memuaskan sekiranya di Indonesia diadakan wet larangan minuman keras untuk orang-orang Islam saja, Budi utomos waktu itu merasa dihina. Pendapat saya sendiri jikalau bunyi atau kata-kata itu berarti di sini akan diadakan dua peraturan satu untuk umat Islam dan satu lagi untuk yang bukan Islam. Saya kira di dalam suatu negara meskipun praktiknya barangkali sama saja rasa-rasanya kurang enak. Maka saya kira lebih baik tidak ada apa-apa sama sekali".
   Dengan pernyataan ini, ki bagus hadi kusuma dengan tegas berpendapat bahwa negara ini harus memilih diantara dua saja, negara yang ber geologi islam dan menjadi suatu negara islam atau negara netral. Tidak boleh ada kompromi diantara keduanya mencampurkan yang haq dan bathil.
  Dalam sidang tersebut Ki Bagus mengajukan konsep tentang "membangun negara di atas dasar ajaran islam". Menurutnya, "pertama" islam itu cakep dan cukup serta pantas dan faktor untuk menjadi sendi pemerintahan kebangsaan di negara indonesia ini. Dan "kedua" umat islam adalah umatnya mempunyai cita-cita luhur dan mulia sejak dahulu hingga masa yang akan datang yaitu dimana ada kemungkinan dan kesempatan pastilah umat islam bahkan membangun negara atau menyusun masyarakat yang berdasarkan atas hukum Allah dan agama islam (Syaifullah: 1997:201-102).
      Ki Bagus Hadikusumo adalah tokoh islam yang terlibat dalam perjuangan anti sekularisasi negara pada saat-saat paling genting dalam sejarah Indonesia. Bersama-sama dengan pemimpin islam lainnya yang berjuang agar islam masuk dalam negara bukan melalui jalan paksaan tetapi melalui jalan demokrasi. Ki Bagus memberi perhatian yang sangat serius terhadap klausul 7 kata dalam Piagam Jakarta dengan argumen bahwa kata-kata "menjalankan syariat islam bagi pemeluk -pemeluknya" itu merupakan konsep ambigu yang tidak dapat dipahami. Apakah dengan begini negara akan membeda-bedakan penganut islam dengan penganut agama lain? Ataukah ini merupakan sugesti halus bahwa orang islam tidak melaksanakan syariat agama?

Kesimpulan:
 Ketegasan Ki Bagus Hadikusumo menjadikan islam sebagai dasar negara ditunjukkan dalam pemikiran dan pidato pidatonya. Beliau bersikap tegas atas pilihan islam atau sekuler yaitu negara yang tidak berdasarkan agama dan tidak ada jalan tengah di antara keduanya terhadap tunjuk apa dalam sila sila yang terdapat pada piagam jakarta Ki Bagus dengan tegas menyatakan sikap tidak setuju atas rumusan sila pertama yang menjadi dasar negara yaitu pada frasa....
"bagi para pemeluk-pemeluknya".



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMUDA MUHAMMADIYAH KUKAR ANGKAT BICARA SOAL SIKAP AROGANSI PEMKOT SUKABUMI TERHADAP MUHAMMADIYAH

MUHAMMADIYAH BERKEMAJUAN : Sejarah, Ideologi dan Strategi”