CATATAN SEJARAH PERPECAHAN HMI

 

SEKILAS CATATAN SEJARAH PERPECAHAN HMI

MUHAMMAD RIDWAN, S.Pd., M.Pd

(Komisi PENRISTEK PB HMI-MPO 2020-2022)


1. Sejarah HmI

Sebelum lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam (HmI), terlebih dulu berdiri organisasi kemahasiswaan bernama Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) pada tahun 1946 yang beranggotakan mahasiswa dari tiga Perguruan Tinggi di Yogyakarta, yaitu Sekolah Tinggi Teknik (STT), Sekolah Tinggi Islam (STI) dan Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada yang pada waktu itu hanya memiliki Fakultas Hukum dan Fakultas Sastra. Oleh karena Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta dirasa tidak memperhatikan kepentingan para mahasiswa yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam. Tidak tersalurnya aspirasi keagamaan merupakan alasan kuat bagi para mahasiswa Islam untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan yang berdiri dan terpisah dari Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta.

Pada tahun 1946, suasana politik di Indonesia khususnya di Ibu kota Yogyakarta mengalami polarisasi antara pihak Pemerintah yang dipelopori oleh Partai Sosialis pimpinan Syahrir - Amir Syarifuddin dan pihak oposisi yang dipelopori oleh Masyumi pimpinan Soekiman - Wali Al-Fatah, PNI pimpinan Ki Sarmidi Mangunsarkoro - Suyono Hadinoto, serta Persatuan Pernyangannya Tan Malaka. Polarisasi ini bermula pada dua pendirian yang saling bertolak belakang. Pihak Partai Sosialis (Pemerintah) menitikberatkan perjuangan memperoleh pengakuan Indonesia kepada perjuangan berdiplomasi sementara pihak oposisi berpegang pada perjuangan bersenjata melawan Belanda.

Polarisasi ini membawa mahasiswa yang juga sebagian besar dari mereka adalah pengurus Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta berorientasi kepada Partai Sosialis. Melalui merekalah Partai Sosialis mencoba mendominasi Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Namun mahasiswa yang masih memiliki idealisme tidak dapat membiarkan usaha Partai Sosialis hendak mendominir Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta. Dengan suasana yang sangat kritis dikarenakan Belanda semakin memperkuatkan diri dengan terus-menerus mendatangkan bala bantuan dengan persenjataan modern disertai dengan peristiwa Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947. Dengan situasi yang demikian para mahasiswa yang berideologi murni tetap bersatu menghadapi Belanda, mencegak setidak-tidaknya mengurangi efek-efek dari polarisasi politik yang sangat melemahkan potensi Indonesia menghadapi Belanda. Karenanya mereka menolak keras akan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap mahasiswa yang dinilai akan mengakibatkan dunia mahasiswa terlibat dalam polarisasi politik.

Berbagai hal ini yang mendorong beberapa orang mahasiswa untuk mendirikan organisasi baru. Meskipun sebenarnya jauh sebelum adanya keinginan untuk mendirikan organisasi baru sudah ada cita-cita akan itu, tetapi selalu ditunda dan dianggap belum tepat. Namun melihat dari berbagai kondisi yang ada dirasa cita-cita yang sudah lama diharapkan itu perlu diwujudkan karena bila membiarkan Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta lebih lama didominasi oleh Partai Sosialis adalah hal yang tidak tepat. Penolakan sikap dominasi Partai Sosialis terhadap Persyerikatan Mahasiswa Yogyakarta tidak hanya datang dari kalangan mahasiswa Islam, melainkan juga mahasiswa kristen, mahasiswa katolik, serta berbagai mahasiswa yang masih menjunjung teguh ideologi keagamaan.

HMI diprakarsai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa tingkat I (semester I) Fakultas Hukum Sekolah Tinggi Islam (sekarang Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH-UII). Ia mengadakan pembicaraan dengan teman-temannya mengenai gagasan membentuk organisasi mahasiswa bernapaskan Islam dan setelah mendapatkan cukup dukungan, pada bulan November 1946, ia mengundang para mahasiswa Islam yang berada di Yogyakarta baik di Sekolah Tinggi Islam, Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada dan Sekolah Teknik Tinggi, untuk menghadiri rapat, guna membicarakan maksud tersebut. 

Rapat-rapat ini dihadiri kurang lebih 30 orang mahasiswa yang di antaranya adalah anggota Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia. Rapat-rapat yang digelar tidak menghasilkan kesepakatan. Namun Lafran Pane mengambil jalan keluar dengan mengadakan rapat tanpa undangan, yaitu dengan mengadakan pertemuan mendadak yang mempergunakan jam kuliah Tafsir oleh Husein Yahya. Pada tanggal 5 Februari 1947 (bertepatan dengan 14 Rabiulawal 1366 H), di salah satu ruangan kuliah Sekolah Tinggi Islam di Jalan Setyodiningratan 30 (sekarang Jalan Senopati) Yogyakarta, masuklah Lafran Pane yang langsung berdiri di depan kelas dan memimpin rapat yang dalam prakatanya mengatakan "Hari ini adalah rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena semua persiapan yang diperlukan sudah beres".

Kemudian ia meminta agar Husein Yahya memberikan sambutan, tetapi dia menolak dikarenakan kurang memahami apa yang disampaikan sehubungan dengan tujuan rapat tersebut. Pernyataan yang dilontarkan oleh Lafran Pane dalam rapat tersebut adalah sebagai berikut:

Rapat ini merupakan rapat pembentukan organisasi Mahasiswa Islam yang anggaran dasarnya telah dipersiapkan.

Rapat ini bukan lagi mempersoalkan perlu atau tidaknya ataupun setuju atau menolaknya untuk mendirikan organisasi Mahasiswa Islam.

Di antara rekan-rekan boleh menyatakan setuju dan boleh tidak. Meskipun demikian apapun bentuk penolakan tersebut, tidak menggentarkan untuk tetap berdirinya organisasi Mahasiswa Islam ketika itu, dikarenakan persiapan yang sudah matang.

Setelah dicerca berbagai pertanyaan dan penjelasan, rapat pada hari itu dapat berjalan dengan lancar dan semua peserta rapat menyatakan sepakat dan berketetapan hati untuk mengambil keputusan:

Hari Rabu Pon 1878, 15 Rabiulawal 1366 H, tanggal 5 Februari 1947, menetapkan berdirinya organisasi Himpunan Mahasiswa Islam disingkat HMI yang bertujuan:

o Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia

o Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam

Mengesahkan Anggaran Dasar (AD) Himpunan Mahasiswa Islam. Adapun Anggaran Rumah Tangga (ART) akan dibuat kemudian.

Membentuk Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam.


2. 14 Orang Tokoh Pendiri HmI

Adapun 14 Tokoh Pendiri HmI sekaligus peserta rapat pembentukan HmI pada tahun 1947 diantaranya :

1) Lafran Pane

2) Karnoto Zarkasyi

3) Dahlan Husein,

4) Maisaroh Hilal (Cucu Pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan)

5) Suwali

6) Yusdi Ghozali (Tokoh utama pendiri Pelajar Islam Indonesia PII)

7) Mansyur

8) Siti Zainah (Istri Dahlan Husein)

9) Muhammad Anwar

10) Hasan Basri

11) Zulkarnaen

12) Tayeb Razak

13) Toha Mashudi dan 

14) Bidron Hadi.

Selain itu keputusan rapat tersebut memutuskan kepengurusan Himpunan Mahasiswa Islam sebagai berikut:

Ketua Lafran Pane

Wakil Ketua Asmin Nasution

Penulis I Anton Timoer Djailani, salah satu pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII)

Penulis II Karnoto Zarkasyi

Bendahara I Dahlan Husein

Bendahara II Maisaroh Hilal

Anggota Suwali

Yusdi Gozali, pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII)

Mansyur

Pada saat terjadi pembantaian massal anti-komunis yang dimulai pasca-G30S mahasiswa anggota HMI dilibatkan pihak universitas dalam proses skrening dan pembersihan kampus untuk menunjuk siapa pengajar atau mahasiswa yang dianggap komunis, anggota PKI, atau aktif dalam organisasi mahasiswa kiri seperti (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia)  CGMI. Mereka yang tidak lolos proses skrining ini dipecat, sebagian menjadi tahanan politik, hilang, atau dibunuh. Beberapa anggota HMI dilatih oleh (Resimen Para Komando Angkatan Darat) RPKAD untuk membunuh. 


3. Sejarah Perpecahan HmI

 Organisasi berbendera hijau hitam ini memang terbelah menjadi dua pada tahun 1986 menjelang kongres HMI ke-16 pada Maret di Padang. Menyusul satu tahun sebelumnya terbit UU No. 8 Tahun 1985 tentang Asas Tunggal Pancasila oleh pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto. Di sinilah kisruh rekayasa Asas Tunggal Pancasila bermula HMI menjadi dua kubu berseberangan: HMI-DIPO dan HMI-MPO.

Sejatinya, di AD/ART kedua HMI tersebut tidak ada penambahan kata DIPO ataupun MPO. Kata DIPO dan MPO digunakan hanya untuk membedakan keduanya dalam konstelasi gerakan mahasiswa saja. DIPO berarti Diponegoro, diambil dari nama jalan sekretariat PB (Pengurus Besar) HMI di Menteng, Jakarta. Di Jogja, markas cabang mereka ada di Jalan Dagen – belakang Malioboro. DIPO berasaskan Pancasila, mendukung asas tunggal, dan tentu saja pro-Orde Baru.

Sementara MPO berarti Majelis Penyelamat Organisasi. MPO dibentuk cabang-cabang yang menolak berubahnya asas HMI sedari awal sudah Islam menjadi Pancasila. Kebuntuan negosiasi MPO dengan PB dan MPK (Majelis Pekerja Kongres) akhirnya berbuah perpecahan.

Perlu diketahui Sejarah terbelahnya HMI disebabkan UU Nomor 3/1985 yang disahkan pada 19 Februari 1985 mengharuskan Pancasila menjadi asas tunggal dalam setiap organisasi. Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO) merupakan organisasi utama dari Himpunan Mahasiswa Islam. Himpunan Mahasiswa Islam itu sendiri merupakan Organisasi Mahasiswa Islam terbesar di Indonesia. Penambahan istilah MPO ini lahir saat menjelang kongres HMI ke-16 yang diselenggarakan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 24-31 Maret 1986.

HMI mengalami perpecahan internal sebagai akibat dari represi dari rezim Orde Baru yang memaksa penerapan Azas Tunggal Pancasila. HMI yang semula hanya berazaskan Islam terbelah menjadi dua kubu, yaitu antara kubu yang tetap mempertahankan azas Islam dengan kubu yang berusaha mengikuti perintah Presiden Soeharto mengubah azasnya menjadi Pancasila. Kubu yang tetap mempertahankan azas Islam dalam HMI kemudian menamakan diri dengan Himpunan Mahasiswa Islam-Majelis Penyelamat Organisasi disingkat HMI-MPO. Sedangkan kubu yang mengikuti perintah Presiden Soeharto sering disebut HMI-DIPO, dikarenakan Sekretariat Pengurus Besarnya yang berada di Jalan Diponegoro. HMI-MPO memilih tetap berasaskan Islam, menolak rekayasa asas tunggal Pancasila, dan selalu di barisan terdepan melawan rezim Orde Baru. Apakah HMI-MPO berarti benar-benar anti-Pancasila ? Tentu saja tidak penolakan Pancasila tentu karena menolak “Rekayasa” politik yang dijalankan Orde Baru dalam konteks saat itu justru banyak kader HMI-MPO yang begitu Pancasilais.

Pada zaman Orde Baru, HMI-MPO dianggap ilegal dan sama sekali tak mendapat dukungan fasilitas negara. Beda nasib dengan saudara mereka HMI-DIPO. Untuk melaksanakan Latihan Kader [LK] pun, HMI-MPO harus berhati-hati guna menghindari pantauan apparat maka gerakan bawah tanah (underground) menjadi keseharian mereka saat itu.

Terkait dengan konstelasi pemikiran gerakan, posisi HMI-MPO tergolong unik. HMI-MPO dipetakan sebagai kelompok kanan paling kiri – kiri paling kanan. Mereka ada pada posisi paling kiri ketika berdialektika dengan gerakan kanan. Namun, berada paling kanan ketika bersama gerakan kiri.

HMI-MPO mengenal istilah Khittah Perjuangan, HMI-DIPO mengenal istilah Nilai Dasar Perjuangan. Sedangkan tujuan dari HMI keduanya pun berbeda, tujuan HMI-MPO “Terbinanya Mahasiswa Islam Menjadi Insan Ulil Albab Yang Turut Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya Tatanan Masyarakat Yang Diridhoi Allah SWT. Sedangkan tujuan HMI-DIPO“Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”.

Terdengar berbeda, namun keduanya berangkat pada dasar trinitas yang sama: hubungan kepada Allah SWT (Tauhid), hubungan sesama manusia, dan hubungan dengan lingkungannya. Sasarannya menciptakan Insan Ulil Albab, sebaik-sebaiknya mahasiswa yang bermanfaat bagi agama dan bangsanya.

Tak hanya konflik internal, mereka pun berkonflik dengan orang di luar mereka. Bagaimana mungkin aktivis mahasiswa yang juga (katanya) intelektual lebih mengutamakan pedang ketimbang pena apa bedanya dengan begal.

Sementara HMI-MPO melakukan kebalikannya, walau tidak sempurna tenang dan tak cari perhatian. Konflik dan intrik tetap terjadi secara internal namun hanya sebatasnya dan alhamdulillah mereka belum juga diperhatikan pejabat negara. HMI-MPO pun tak terlalu peduli perkara itu.

Satu hal yang menarik dari HMI-MPO adalah mengedepankan gerakan kultural ketimbang larut dalam gerakan politik. Ini yang menurut saya membuat mereka tetap terlihat relevan dalam gerakan mahasiswa hari ini. Mereka lebih berminat pada kajian intelektual, gagasan, dan ide ketimbang rebutan posisi kepengurusan. Namun tetap kritis terhadap kondisi kebangsaan.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa HMI-DIPO dengan kongres Riau-nya telah menjadi contoh buruk bagi gerakan mahasiswa dan, HMI-MPO dengan kongres Tangerang-nya seolah memberi pesan bahwa masih ada harapan untuk HMI. Harapan untuk menjadi gerakan mahasiswa yang sepantasnya Gerakan bukan sekadar tempat mahasiswa mencari makan.

Usai tumbangnya rezim orde Soeharto (revormasi 1998) HMI-MPO adalah antitesis dari HMI-DIPO. Mereka dua saudara yang berbeda arah dan sejarah. Walau sejak kongres ke-22 pada tahun 1999 di Jambi, HMI-DIPO sudah kembali ke asas Islam, namun keduanya belum juga bisa bersatu lagi tapi tetap saling menghormati.

Kehidupan HMI-MPO tak semudah HMI-DIPO yang digambarkan Mas Puthut, tinggal telepon Kanda sana-Kanda sini beres sudah, proyek sana-proyek sini kaya sudah dan syukurnya, sebagian besar dari HMI-MPO masih teguh dan percaya pada absurdnya idealisme. Sebuah barang mahal ketika anda hidup di zaman gadget dan butuh kuota internet mereka tetap berusaha berjalan dalam khittah-nya.


4. Sekilas Tentang HmI-MPO

Pada mulanya MPO merupakan nama sekelompok aktivis kritis HMI yang prihatin melihat HMI yang begitu terkooptasi oleh rezim orde baru. Kelompok ini merasa perlu bergerak untuk mengantisipasi intervensi penguasa pada HMI agar HMI mengubah azasnya yang semula Islam menjadi pancasila. Bagi aktivis MPO, perubahan azas ini merupakan simbol kemenangan penguasa terhadap gerakan mahasiswa yang akan berdampak pada termatikannya demokrasi di Indonesia.

Untuk menyampaikan aspirasinya, mula-mula forum MPO ini hanya berdialog dengan PB (pengurus besar) HMI. Akan tetapi karena tanggapan PB yang terkesan meremehkan, maka akhirnya MPO melakukan demonstrasi di kantor PB HMI (Jl. Diponegoro 16, Jakarta). Demonstrasi tersebut ditanggapi PB HMI dengan mengundang kekuatan militer untuk menghalau MPO. Beberapa anggota MPO ditangkap oleh aparat dengan tuduhan subversif. Akhirnya simpati dari anggota HMI mengalir dan gerakan ini menjadi semakin massif.

Akhirnya dalam forum kongres di Padang pada tanggal 24-31 Maret 1986. HMI terpecah menjadi dua, yaitu HMI yang menerima penerapan asas tunggal (HMI-DIPO) dan HMI yang menolak asas tunggal (HMI-MPO), dan tetap menjadikan Islam sebagai asas organisasi. Selanjutnya kedua HMI ini berjalan sendiri-sendiri. HMI DIPO eksis dengan segala fasilitas negaranya, dan HMI MPO tumbuh menjadi gerakan bawah tanah yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan negara. Pada periode 90-an awal HMI MPO adalah organisasi yang rajin mengkritik kebijakan Rezim Orba dan menentang kekuasaannya dengan menggunakan sayap-sayap aksinya yang ada di sejumlah provinsi.

Sayap aksinya yang terkenal antara lain adalah FKMIJ (Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta) dan LMMY (Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta) di Jogyakarta tempat berkumpulnya para aktifis demokrasi LMMY merupakan sebuah organisasi masa yang disegani selain PRD dan SMID. Aksi solidaritas untuk Bosnia Herzegovina di tahun 1990 yang terjadi di sejumlah kampus merupakan agenda sayap aksi HMI MPO ini. Aksi demonstrasi menentang (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah) SDSB ke Istana Negara dan DPR/MPR pada tahun 1992 adalah juga kerja politik dua organisasi gerakan tersebut sebagai simbol melawan rezim.

Aksi penolakan terhadap rezim orde baru di Jogyakarta merupakan bukti kekuatan HMI MPO dimana aksi 2 dan 3 April 1998 yang menjadi pemicu dari gerakan selanjutnya di Jakarta. Pada peristiwa pendudukan gedung DPR/MPR tanggal 18-23 Mei 1998, HMI MPO adalah ormas satu-satunya yang menduduki gedung tersebut di hari pertama bersama FKSMJ dan (Forum Komunitas Mahasiswa Se-Jabotabek) FORKOT yang kemudian diikuti oleh ratusan ribu mahasiswa dari berbagai universitas dan kota hingga Soeharto jatuh pada 21 mei 1998. Pasca jatuhnya Soeharto, HMI MPO masih terus demonstrasi mengusung gagasan perlu dibentuknya Dewan Presidium Nasional bersama FKSMJ.

Sejak awal kemunculannya tahun 1980-an, HMI MPO tumbuh menjadi gerakan bawah tanah yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan negara. Pada periode 90-an awal HMI MPO adalah organisasi yang rajin mengkritik kebijakan Rezim Orba dan menentang kekuasaannya dengan menggunakan sayap-sayap aksinya yang ada di sejumlah provinsi. Sayap aksi HMI-MPO yang terkenal antara lain adalah FKMIJ (Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta) dan LMMY (Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta) di Yogyakarta.


5. Ketua Umum HmI Dari Masa Kemasa

Berikut ini merupakan sekilas kisah perjalanan Ketua Umum PB HMI dari awal berdirinya HmI  pada 05 Februari 1947 hingga 2018. 

1) Lafran Pane (1947). la dikenal sebagai salah satu pendiri HMI. Namun, bagi mayoritas anggota HMI, ia dianggap sebagai pendiri satu-satunya. la adalah alumnus Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta yang kini menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). Pekerjaan terakhirnya adalah Staf Pengajar Ilmu Hukum Tata Negara di IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. (HMI) berdiri pada tangga) 5 Februari 1947 di Yogyakarta, salah satu Kota Perjuangan kala itu.

2) 1947-1948: HMS (Haji Mohammad Syafa’at) Mintareja. pada mulanya ditunjuk Lafran Pane sebagai Ketua HM) 6 bulan setelah HMI berdiri. Pada Kongres ke-1 di Yogyakarta _ pada tanggal 30 November 1947, Mintaredja dikukuhkan menjadi Ketua PB HMI untuk periode 1947 sampai 1951. Namun saat terjadi agresi militer Belanda ia keluar dari Yogja dan kembali menyerahkan jabatan kepada Lafran Pane.

3) 1948-1949: Achmad Tirtosudiro. la sempat kuHah di UGM Jurusan Hmu Hukum. Ia terpilih sebagai Ketua PB HMI tahun 1948 hingga tahun 1949. Namun akhirnya, ia memiiih berkarier di bidang militer dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal. la banyak berperan pada masa pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim lndohesia (ICMI) yang memberikan pertindungan poIitik kepada Prof. Dr. BJ. Habibie.

4) 950-1951: Lukman EI-Hakim. Ia terpilih sebagai Ketua PB HMI sete1ah Achmad Titosudiro mengundurkan diri dari jabatan. Mengingat sejumlah kasus pengunduran diri dari ketua-ketua PB HMI Iainnya dI Yogyakarta, Lukman melakukan upaya pemindahan sekretariat PB HMI dari Yogyakarta ke Jakarta pada bulan Juni 1950, Usaha Itu membuahkan hasil, mengingat Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia.

5) 1951-1953: Ahmad Dahlan Ranuwiharja. Pada Kongres ke~2 di Yogyakarta pada tanggaI 15 Desember 1951, peserta memiIihnya sebagai Ketua Umum HMI periode/1951-1953. Di bawah kepengurusan Dahlan, HMI mulai eksis meski sering mengritik pemerintahan Presiden Soekamo saat Itu. Dahlan dikenal sebagai tokoh Islam nasionalis, Ia dianggap sukses mempertahankan posisi HMI pada masa penuh gejolak saat itu, dalam waktu yang sesuai AD/ART, yakni dua tahun kepengurusan.

6) 1953-1955: DeIiar Nooer. Ia aktif di HMI pada tahun 1950 sebagai Ketua Umum HMI Cabang Jakarta. Ia terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI daIam Kongres ke~3 yang pertama kaIinya digelar di Jakarta pada tanggaI 4 September 1953.. Sebagai alumni alumni universitas NasionaI, Jakarta, Ia dikenaI sebagai tokoh Islam yang kritis dan sederhana. Ia tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang memperoIeh gelar Ph.D daIam bidang IImu Politik.

7) 1955-1957: Amin Rajah Batubara. la dikenal sebagai salah satu anggota Tim Perumus Tafsir Asas HMI. Amin terpilih dalam.Kongres ke -4 ri Bandung pada tanggal 14 Oktober 1955.

8) 1957-1960: Ismail Hasan Matareum. Ia menjadi Ketua PB HMI pertama dengan masa Jabatan tiga tahun. Ia terpilih pada Kongres ke-5 di Medan pada tanggal 31 Desember 1957. Kelak, dia menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan masa jabatan cukup lama yakni 1989-1998. Ismail juga terpilih menjadi Wakil Ketua DPR/MPR.

9) 1960-1963: Nursal. la terpilih pada Kongres ke-6 dl Makassar pada tanggal 20 Juli 1960.

10) 1963-1966: Sulastomo. Saat Kongres ke~7 digelar kemball dl Jakarta pada tanggal 14 September 1963, la terpilih menjadl Ketua Umum PB HMI. la berasal darI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Ketua HMI cabang Jakarta. la adalah tokoh HMI , yang banyak berhadapan dengan Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI). Ia menghadapl masa-masa yang sulit, di tengah upaya pembubaran HMI.

11) 1966-1969 dan 1969-1971 Nurcholis Madjid. la menjadi satu-satunya Ketua Umum PB HMI selama dua periode. la pertama kali terpilih saat Kongres ke-8 dl Solo pada tanggal 17 September 1966. Alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta Ini terpilih lagl pada Kongres ke-9 di Malang pada tanggal 10 Mei 1969. Alm. Nurcholish Madjld bukan saja dikenal sebagal mantan Ketua PB l-IMI, tetapl dikenang sebagai pemikir Islam terbalk yang pernah dimiliki Indonesia.

12) 1971-1974: Akbar Tanjung. Pada saat Kongres ke~10 dl Palembang pada tanggal 10 Oktober 1971, la terpillh menjadi Ketua Umum PB HMI ke-10 versi kongres (mengingat Nurcholis Madjid terpllih dua periode) atau ke-14 sejak Lafran Pane. Alumni Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini dikenal sebagai tokoh senior Partai Golkar. la pernah menjabat sebagai‘ Ketua Komite Naslonal Pemuda Indonesia (KNPI), sejumlah jabatan menteri Era Presiden Soeharto dan Presiden Prof. Dr. BJ. Habibie, serta Ketua DPR RI.

13) 1974-1976: Ridwan Saidi. la terpilih dalam Kongres ke-11 di Bogor pada tanggal 12 Mei 1974. la tidak menyelesaikan pendidikan di Fakultas Publisistik Universitas Padjajaran, Bandung. Lulus sebagai sarjana Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan Universitas Indonesia. la pernah menjadi anggota DPR RI dari PPP. la dikenal sebagai tokoh Betawi dan pengamat politik nasional hingga kini.

14) 1976-1978: Chumaidi Syarif Romas. Ia terpilih pada Kongres ke-12 di Semarang pada tanggal 16 Oktober 1976. Dosen Universitas Islam Negeri Yogyakarta itu kini menjabat salah satu komisioner Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan, perusahaan Negara di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara.

15) 1978-1981: Abdullah Hehamahua, la menjadi Ketua Umum PB HMI pada Kongres ke~13 di Makassar (Ujungpandang) pada tanggal 12 Februari 1979. la menyelesaikan Sarjana Hukum di Universitas Khrisna Diwipayana pada tahun 2008. Belakangan namanya lebih dikenal sebagai Mantan/Anggota Dewan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kesederhanaan adalah ciri dan hidupnya, selain juga sikap keterus~terangan dalam bersikap dan berpendapat.

16) 1981-1983: Achmad Zacky Siradj. la memimpin HMI setelah terpilih pada Kongres Isa-14 di Bandung pada tanggal 30 Apri' 1981. Kini Zacky menjadi Anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar dapil Jabar XI Sama dengan Hehamahua, ia menyelesaikan pendidikan sarjana dl Universitas Khrisna Dwipayana pada tahun 1989.

17) 1983-4986: Harry Azhar Azis. Pada Kongres HMI ke-16 di Medan tanggal 26 Mei 1983, ia terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI. Sarjana muda Akademi Pimpinan Perusahaan (APP) Kementerian Perindustrian dan sarjana ekonomi Sekolah Tinggi Manajemen Industri (STMI) ini adalah tokoh sentral dalam pergulatan HMI menghadapi asas tunggal Pancasila. Ia sempat menjadi anggota DPR RI selama dua periode (2004-2014). Penyandang gelar PhD dari Oklahoma University inl menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI periode 2014-2019.


Dualisme Kepemimpinan

1) 1986-1988: Muhammad Saleh Khalid. Pada Kongres ke-l6 di Padang tahun 1986, ia terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI Alumnus Fakultas Pertanian IPB yang bergelar lnsinyur ini sudah menyelesaikan jenjang pendidikan Magister. Untuk pertama kali dalam kongres ini, PB HMI terpecah menjadi dua, yakni HMI Diponegoro (Dipo) dan HMI Majelis Penyelamatan Organisasi (MPO). Hal itu terjadi akibat Kongres HMI mengesahkan penerimaan Pancasila sebagai asas organisasi.

HMI MPO menggelar Kongres ke-16 di Yogyakarta dengan Ketua Umum terpilih Eggy Sudjana (1986-1988). la menjadi Doktor dari IPB dalam bidang Lingkungan Hidup, pengacara, pendiri dan Ketum Partai Pemersatu Bangsa (PPB).

2) 1988-1990: Herman Widyananda. la terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI dalam Kongres ke-17 di Lhokseumawe, Aceh, 6 Juli 1988. Dalam Kongres ke~17 di Yogyakarta pada tanggal 5 Juli 1988, HMI MPO memilih Ketua Umum Tamsil Linrung (1984-1990), pernah menjadi anggota DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Direktur Sekolah lnsan Cendekia Madani (lCM) Serpong, Duta Pendidikan Rabithah Alam lslami.

3) 1990-1992: Ferry Mursidan Baldan. Tokoh yang kini menjadi Menteri Pertanahan dan Kepala Badan Pertanahan Nasionai (BPN) adalah Ketua Umum PB HMI yang terpiiih pada Kongres ke~13 di Jakarta, 24 September 1990. la sempat beberapa kali menjadi anggota DPR RI dari Partai Golkar. Perseilisihan poiitik membuat Ferry berpindah menjadi politikus Partai Nasdem. ia dikenai sebagai tokoh panting dibalik Iahirnya sejumlah Undang-Undang tentang partai politik, pemilu, pemerintahan daerah dan otonomi khusus.

Pada tanggal 10 Oktober 1990, HMI (MPO) mengadakan kongres dengan memiiih Masyhudi Muqarrabin sebagai Ketua Umum PB HMI (MPO) periode 1990-1992, Doktor dari Universitas Kebangsaan Malaysia dalam bidang ilmu Ekonomi, pengajar FE Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4) 1992-1995: M. Yahya Zaini. Sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini terpiiih sebagai Ketua Umum PB HMi pada Kongres ke-19 di Pekanbaru, Riau, pada 9 Desember 1992. la sempat menjadi staf khusus Menteri Pemuda dan Oiahraga, Akbar Tanjung. Ia mundur dari DPR RI dan Partai Golkar pada tahun 2006.

Pada tanggai 24 Desember 1992, terpilih Ketua Umum PB HMI (MPO) Agusprie Muhammad periode 1992-1995. la menjadi konsultan teknik di Jakarta.

5) 1995-1997: Taufiq Hidayat. la terpilih dalam Kongres ke-20 di Surabaya pada tanggai 29 Januari 1995. Alumni Universitas Negeri Jember itu pernah menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014 dari Partai Golkar mewakili Jawa Timur.

Sementara, Ketua Umum PB HMI MPO periode ini adalah Lukman Hakim Hassan periode 1995-1997. Doktor dari Universitas Kebangsaan Malaysia dalam bldang llmu Ekonomi, Wakil Dekan lll FE Universltas Negeri Sebelas Marat Solo, dan Ketua Umum Barisan Nusantara.

6) 1997-1999: Anas Urbaningrum. Sempat harum namanya saat terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat dalam usia masih di bawah 40 tahun. Alumni Universitas Airlangga itu terpilih menjadi Ketua Umum PB HMl pada Kongres ke-21 di Yogyakarta pada 26 Agustus 1997. Kini tokoh yang terlibat dalam perubahan paket Undang-Undang bidang politik itu sudah lengser sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Imron Fadhil Syam adalah Ketua Umum PB HMI MPO periode 1995-1997. la pernah kuliah di Fakultas Ushuluddin lAlN Syarif Hidayatullah Jakarta, aktif dalam sejumlah lembaga konsultan pengembangan komunltas.

7) 1999-2002: M. Fakhruddin. la terpilih memimpin HMI pada Kongres ke~22 di Jambi pada 3 Desember 1999. Pada kongres itu, PB HMI yang dikenal sebagai HMI (Dipo), mengembalikan asas organisasi kepada lslam, menggantikan Pancasila. Ia pemah menjadi Sekjen KNPI dan Wasekjen Partai Demokrat.

Walau HMI (Dipo) sudah kembali ke asas Islam, HMI (MPO) tetap menjalankan Kongres. Ketua Umum PB HMI (MPO) periode ini adalah Yusuf Hidayat periode 1999-2001. Doktor dari UlN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam bidang Hukum Islam, kini Kepala Penelitian Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Jakarta.

8) Pada tanggal 25 Juli 2001, Yusuf diganrikan oleh Morteza Syafinuddin Al-Mandary sebagai Ketua Umum PB HMI (MPO) periode 2001-2003. Morteza berasal dari Universitas Tjokroaminoto, Makassar. Doktor dari Universitas Ondonesia dalam bidang Hmu Lingkungan, sekarang adalah pengajar di Universitas Paramadina Jakarta dan Sekjen Lajnah Tanfidziyah/ Pengurus Pusat Syarikat Islam (2015-2020).

9) 2002-2004: Kholis Malik. Ia terpilih menjadi Ketua Umum PB HMI pada Kongres ke-23 di Balikpapan, pada 30 April 2002. Kholis berasal dari HMI Cabang Yogyakarta. Sarjana ilmu sejarah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini sempat digantikan oleh Mukhlis Tapi sebagai Pejabat

Sementara, dari HMI MPO, terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI (MPO) Cahyo Pamungkasperiode 2003-2005 dalam Kongres ke-24 di Semarang. Cahyo adalah Sarjana Ekonomi dari Fakuttas Ekonomi Universitas Gajah Mada dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Doktor di Radboud Universiteit Nijmegen Belanda dalam bidang Ilmu Sosial, sekarang masih aktif sebagai peneliti LIPI.

10) 2004-2006: Hasanuddin. la dipilih sebagai Ketua ‘Umum PB HMI dalam Kongres ke-24 di Jakarta pada 23 Oktober 2003. la sempat digantikan oleh Syahmud NgabaIin dalam konflik kepengurusan; namun berhasil menyelesaikan periodesasinya.

Ketum HMI MPO adalah Muzakkir Djabir (2005-2007), alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia Timur, Makassar, kini adalah Pemred Jurnal Cendekia, C2ReDI.

11) 2006-2008: Fajar Zulkarnain. la terpilih menjadi Ketua Umum PB HMI periode 2006-2008 pada Kongres ke~25 di Makassar, pada 20 Februari 2006. la sempat menjadi Komisaris Badan Usaha Milik Negara pada masa pemerintahan Presiden SBY: la adalah alumnus Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Padjajaran.

Ketua Umum PB HMl (MPO) adalah Syahrul Effendy Dasopa untuk periode 2007-2009. Syahrul muncul namanya pada Kongres ke-26 di Palembang, dalam upaya islah HMI (Dipo) dan HMI (MPO). la bersama Fadjar membacakan naskah islah. Syahrul adalah alumni Perguruan Tinggi llmu Qur’an (PTIQ) Jakarta, kolumnis dan Redaktur pada Jurnal Ekonomika, Direktur Indonesia Reform Institute.

12) 2008-2010: Arip Mustofa. la terpilih pada Kongres ke-26 di Palembang pada 28 Juli 2008. Dalam Kongres HMI kali ini dibacakan komitmen islah oleh Ketua Umum PB HMI (Dipo) 2006-2008 Fajar R Zulkarnaen dan Ketua Umum PB HMI MPO (2007-2009), Syahrul Effendy Dasopa. Pembacaan disaksikan Wakil Presiden HM Jusuf Kalla (1K) dan mantan Ketua DPR Rl Akbar Tandjung.

Namun pada 9 Juni 2009 HMI (MPO) tetap menggelar kongres di Yogyakarta dan memilih Muhammad Chozin Amirullah sebagai Ketua Umum PB HMI (MPO) periode 2009-2011. la adalah alumni Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Gelar magister diperolehnya dari Ohio State University, Amerika Serikat. la adalah staf khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Anies Baswedan Ph.D yang juga berasal dari HMI MPO.

13) 2010-2013: Noer Fajriansyah terpilih menjadi Ketua Umum PB HMI pada Kongres ke-27 di Depok tanggal 5 ~ 10 November 2010. Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia, kini menjabat sebagai Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

Pada tanggal 14 -19 Juni 2011, dalam kongres yang digelar, di Pekanbaru, Riau, Alto Makmuralto terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI (MPO) periode 2011-2013. Ia adalah mahasiswa Teknik Informatika Universitas Muslimin Indonesia, Makassar. Ia adalah penulis dan pendiri sekaligus Direktur Penerbit Liblitera Institute, penulis novel terpilih dalam Workshop Penulisan Novel Majelis Satra Asia Tenggara, 2011.

14) 2013-2015: M. Arief Rosyid. Dokter gigi lulusan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hassanudln ini menang telak dalam pemilihan Ketua Umum PB HMI pada Kongres ke-28 dl Gedung Olahraga Remaja (GOR) Ragunan, Jakarta Selatan, pada 15 Maret-15 April 2013.

Pada tahun yang sama, HMI (MPO) menggelar kongres ke 29 di Bogor pada tanggal 26 Juni hingga 1 Juli 2013. Kongres memilih alumni Fakultas Ekonoml Universltas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Puji Hartoyo sebagai Ketua Umum PB HMI (MPO) periode 2013-2015.

15) 2015-2017: Mulyadi P Tamsir. Setelah 13 hari berkongres ke-19 di GOR Pekanbaru 22-26 November 2015, la terpllih sebagai Ketua Umum PB HMI. Selain alumnus Universitas Kuala Kapuas. Kalimantan Barat, la juga menamatkan pendidikan Magister di Universitas Trisakti, Ia sempat menjadi Sekjen PB HMI periode 2013-2015. Mulyadi menang melalui pemilihan gelombang kedua.

Pada tanggal 19 November 2015, Muhammad Fauzi terpilih sebagai Ketua Umum HMI (MPO) dalam kongres yang digelar di Tangerang, Provinsi Banten. la berasal dari HMI MPO Cabang Makassar. Fauzi masih mahasiswa pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia.

16) 2018-2020: Respiratori Saddam Al Jihad, terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI melalui kongres ke-30 di Ambon. Sadam merupakan kader HMI asal Universitas Padjajaran Jatinangor. Pendidikan: S1-Ilmu Pemerintahan Unpad, S2-Ilmu Kesejahteraan Sosial UI, S3-Ilmu Pemerintahan IPDN. Dalam perjalanannya, Respiratori Saddam Al Jihad.

Sementara HMI-MPO, terpilih Zuhad Aji Firmantoro pada Kongres ke 30 di Sorong Jayapura. Zuhad adalah kader HMI-MPO Cabang Yogyakarta.

17) 2020-2023 : Raihan Ariatama, terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI melalui kongres ke-31 di Surabaya. Raihan Ariatama adalah kader HMI Cabang Bulaksumur Sleman.

Sementara HMI-MPO, terpilih Affandi Ismail pada Kongres ke 32 di Kendari pada periode 2020-2022. Affandi Ismail berasal dari Cabang Makassar.


6. Lembaga Kekaryaan HMI-MPO

1) Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI), pencetus terbentuknya Lembaga Dakwah Kampus (LDK)

2) Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI)

3) Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI)

4) Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI)

5) Lembaga Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LBHMI)

6) Lembaga Seni dan Budaya Mahasiswa Islam (LSBI)

7) Lembaga Penelitian Mahasiswa Islam (LAPENMI)

8) Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (LTMI)


Referensi

1. Sitompul, Agussalim, 1995, Historiografi Himpunan Mahasiswa Islam Tahun 1947 – 1993, Intermasa, Jakarta

2. Sitompul, Agussalim, 1997, Citra HMI, Aditya Media, Yogyakarta

3. Tanja,Victor, 1991, Himpunan Mahasiswa Islam; Sejarah dan Kedudukannya di Tengah - Tengah Gerakan - Gerakan Muslim Pembaharu Di Indonesia

4. Al Mandari, Syafinudin, 2003, Demi Cita-cita HMI, Catatan Ringkas Perlawanan Kader dan Alumni HMI terhadap Rezim Orde Baru, Karya Multi Sarana, Jakarta

5. Drs. Agus Salim Sitompul, Sejarah Perjuangan HMI(1974-1975), Bina Ilmu

6. Prof. DR. Deliar Noer, Partai Islam Dipentas Nasional, Graffiti Pers, 1984

7. Sulastomo, Hari-hari Yang Panjang, PT. Gunung Agung, 1988

8. M. Rusli Karim, HMI MPO Dalam Pergulatan Politik di Indonesia, Mizan, 1997

9. Moksen ldris Sirfefa et. Al (ed), Mencipta dan Mengabdi, PB HMI, 1997

10. Ramli H.HM Yusuf (ed), Lima Puluh Tahun HMI mengabdi Republik, LASPI, 1997

11. Solichin, HMI: Kawah Candradimuka Mahasiswa, Sinergi Persadatama Foundation, 2013

12. Wahid, Abdul. Counterrevolution in a Revolutionary Campus: How Did the “1965 Event” Affect an Indonesian Public University?

13. https://geotimes.id/kolom/hmi-dan-kongres 11/9/2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PEMUDA MUHAMMADIYAH KUKAR ANGKAT BICARA SOAL SIKAP AROGANSI PEMKOT SUKABUMI TERHADAP MUHAMMADIYAH

MUHAMMADIYAH BERKEMAJUAN : Sejarah, Ideologi dan Strategi”

Membawa Islam Kedalam Negara (Mujahid Konstitusi 1945) Pemikir Muhammadiyah